Selasa, 06 Desember 2016

Makalah Al-Islam 3 (Shalat)

MAKALAH AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 3
IBADAH AKHLAK DAN MUAMALAH
(SHALAT)




NAMA KELOMPOK 1:
MUHAMMAD RIKI RINALDI (15.0501.0010)
YULIYANI (15.0501.0035)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
FAKULTAS TEKNIK PRODI TEKNIK INDUSTRI
TAHUN 2016


KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Presentasi Al-Islam 3 tentang Shalat sebagaimana mestinya dan terlaksananya menyelesaikan pembuatan Makalah Al-Islam 3 mengenai  (a) Hakekat shalat; (b) Mengapa Allah mewajibkan shalat; (c) Tujuan dan fungsi shalat; (d) Akhlak dalam shalat; (e) Hikmah shalat; (f) Makna spiritual shalat; (g) Ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat (h) ruhsoh sholat (i) permasalahan kontemporer”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat kurangnya pengetahuan serta pengalaman penulis, oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Mungkin hanya sekian pengantar ini kami buat, besar harapan bahwa makalah ini dapat diterima. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.



Magelang, 07 Oktober  2016


                                                                                                                        PENULIS


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
………………………...
i
KATA PENGANTAR
………………………...
ii
DAFTAR ISI
………………………...
iii
BAB I PENDAHULUAN
…………………………
1
A.    Latar Belakang
…………………………
1
BAB II PEMBAHASAN
………………………...
2
A.     Hakekat  Shalat
…………………………
2
B.     Mengapa Allah Mewajibkan Shalat
…………………………
3
C.     Tujuan dan FungsiI Shalat
…………………………
5
D.     Ahklak dalam Shalat
…………………………
7
E.      Hikmah Shalat
…………………………
9
F.      Makna Spiritual Shalat
………………………...
10
G.     Ancaman bagi Orang yang Meninggalkan Shalat
………………………...
12
H.    Rukhsoh Shalat
………………………...
15
I.        Permasalahan Kontemporer dalam Shalat
………………………...
19
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
………………………...
23







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sudah kita ketahui bersama bahwa ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah manusia kan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam-macam, seperti shalat, puasa, naik haji, membaca Al-Qur’an, jihad dan lainnya. Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah baligh berakal dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam keadaan bagaimanapun. Shalat merupakan rukun islam yang kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat. Sehingga barang siapa yang mendirikan shalat, maka dia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (islam).
Shalat adalah amal yang pertama kali dihitung diakhirat maka dari itu jika shalatnya baik, maka akan beruntung dan jika shalatnya rusak maka akan gagal dan merugi. Sehingga kita sebagai umat muslimin yang baik mempunyai kewajiban untuk menjaga shalat 5 waktu dalam sehari semalam. Karena pada hakekatnya shalat adalah mencegah kekejian dan kemungkaran bagi umat muslim. Konsekwensi dari shalat itu harus sedapat mungkin berusaha mencegah perbuatan yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah, artinya:bagi setiap yang sudah melakukan shalat dan sesuai dengan esensi yang dikandung dalam shalat, maka dirinya akan terus bergerak melawan kemungkaran.
Dalam kehidupan yang era ini masih banyak umat muslimin yang masih mengesampingkan waktu shalat demi memuaskan kesenangan duniawi. Mereka sibuk akan kehidupan yang fana, tanpa memikirkan kehidupan diakhirat yang abadi. Kesadaran mereka akan kewajibannya sebagai umat muslim kepada Tuhannya masih rendah dan menyelewengkan kebeneran dalam beribadah khususnya shalat sehingga menyebabkan munculnya syirik, bid’ah dan permasalahn konterporer yang sedang mengerogoti pemuda muslim.
Oleh sebab itu, kami menyusun makalah ini mengenai shalat untuk memberikan kebenaran melaui bentuk tulisan mengenai masalah ibadah  (shalat). Walaupun masih banyak perlu referensi untuk menguatkan bukti yang sudah ada.
Dan masih membutuhkan kritik dan saran pembaca untuk menyempurkan makalah tentang Shala ini.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Hakekat Shalat
Ibnul Qoyyim rahimahullah menguraikan hakikat shalat, “Tidak dapat diragukan bahwa shalat merupakan perkara yang sangat menggembirakan hati bagi orang-orang yang mencintainya dan merupakan kenikmatan ruh bagi orang-orang yang mengesakan Allah, puncak keadaaan orang-orang yang jujur dan parameter keadaan orang-orang yang meniti jalan menuju kepada Allah. Shalat merupakan rahmat Allah yang dianugerahkan kepada hamba-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka untuk bisa melaksanakannya dan memperkenalkannya sebagai rahmat bagi mereka dan kehormatan bagi mereka, supaya dengan shalat tersebut mereka memperoleh kemulian dari-Nya dan keberuntungan karena dekat dengan-Nya. Allah tidak membutuhkan mereka (dalam pelaksanaan shalat), namun justru (hakikatnya shalat tersebut) merupakan anugerah dan karunia Allah untuk mereka. Dengan shalat, hati seorang hamba dan seluruh anggota tubuh beribadah.  (Dalam shalat),Allah menjadikan bagian (anugerah) untuk hati lebih sempurna dan lebih besar, yaitu berupa (hati bisa) menghadap kepada Rabb nya Subhanahu, bergembira dan merasakan kelezatan berdekatan dengan-Nya, merasakan nikmat dengan mencintai-Nya, riang gembira menghadap kepada-Nya, tidak berpaling kepada selain-Nya saat beribadah (shalat) serta menyempurnakan hak-hak peribadatan kepada-Nya, sehingga ibadahnya sesuai dengan apa yang Dia ridhoi” (Dzauqush Shalah, Ibnul Qoyyim. Hal. 8).
Kelalaian hati diantara shalat yang satu dengan shalat yang lain
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan tentang hal ini, “(Dalam shalat lima waktu), diantara dua shalat, pada diri seorang hamba (bisa saja) terjadi kelalaian, kegersangan, kekerasan dan keberpalingan hati, ketergelinciran serta kesalahan-kesalahan, hingga (hal ini) menjauhkan hatinya dari Rabb nya, menyingkirkan dari kedekatan dengan-Nya, (lalu) jadilah sebuah hati yang terasing dari peribadatan kepada-Nya” (Asraarush Shalaah, Ibnul Qoyyim. Hal.10).
Memperbarui panggilan shalat
Ibnul Qoyyim rahimahullah pun juga menjelaskan hikmah diulang-ulangnya panggilan shalat sehari semalam lima kali, beliau bertutur, “Tatkala kekeringan (kelalaian hati) senantiasa mengancam dari waktu ke waktu dan kegersangan jiwa datang silih berganti, maka panggilan untuk menghadiri hidangan hati (shalat) selalu diperbarui dari waktu ke waktu, sebagai rahmat dari Allah bagi hati itu. Sehingga ia senantiasa memohon siraman (hujan yang bermanfa’at) kepada Dzat yang di tangan-Nya ada hujan yang mengguyur hati tersebut, ia memohon hujan rahmat-Nya agar tidak kering, yang diharapkan bisa menumbuhkan rerumputan dan bebuahan keimanan dan agar tidak terputus dari materi pertumbuhan (keimanan)” (Dzauqush Shalah, Ibnul Qoyyim. Hal.9).
Shalat adalah hidangan hati
Selanjutnya Ibnul Qoyyim rahimahullah menggambarkan ibadah shalat dengan gambaran yang sangat indah, agar kita benar-benar merasa bahwa shalat adalah sebuah kebutuhan yang mendasar dalam hidup kita. Beliau mendeskripsikan hal ini dengan mengatakan, “Ketika Allah Subhanahu menguji seorang hamba dengan ujian syahwat dan sebab-sebab yang mengantarkan kepadanya -baik dari dalam maupun dari luar dirinya- maka tuntutan kesempurnaan hikmah-Nya dan Ihsan-Nya kepada hamba tersebut, Allah persiapkan baginya sebuah hidangan (bagi hatinya) yang mengumpulkan beraneka ragam warna, persembahan, selera dan anugerah. Allah mengundang hamba tersebut untuk menghadiri jamuan hidangan (shalat) itu dalam sehari lima kali, dan menjadikan setiap macam dari hidangan tersebut (baca: dalam setiap shalat) sebuah kelezatan, manfaat dan kemaslahatan (tersendiri) bagi hamba yang diundang untuk menyantap hidangan tersebut, yang tidak didapatkan dalam macam hidangan  yang lain (dalam shalat yang lainnya) agar menjadi sempurna kelezatan yang dirasakan oleh hamba itu dalam setiap macam peribadatan. Allah juga hendak memuliakannya dengan segala jenis kemuliaan, sehingga setiap perbuatan ubudiyyah (peribadatan) itu menghapus hal yang tercela dan hal yang Dia benci, dan agar Allah mengganjarnya dengan cahaya yang khusus, kekuatan dalam hati dan anggota tubuhnya serta pahala yang khusus pada hari perjumpaan dengan-Nya” (Dzauqush Shalah, Ibnul Qoyyim. Hal.8).
Shalat adalah hujan yang bermanfa’at bagi hati
Pada penjelasan di atas, Ibnul Qoyyim rahimahullah telah menjelaskan tentang kelalaian hati yang terjadi diantara shalat yang satu dengan shalat yang lain. Pada ucapan yang lainnya, beliau pun menjelaskan bahwa kelalaian hati tersebut hakikatnya adalah sebuah kegersangan dan kekeringan, beliau berkata, “Kelalaian yang menimpa hati merupakan kekeringan dan kegersangan, (namun) selagi hati tersebut mengingat Allah dan menghadap kepada-Nya (dengan melaksanakan shalat), maka itu merupakan hujan rahmat-Nya yang dicurahkan kepadanya, seperti hujan yang mengguyur (Namun) jika hati itu lalai, maka ia akan mengalami kegersangan sesuai dengan sedikit-banyaknya kelalaian yang menimpanya, lalu jika kelalaian itu sudah menguasainya, maka tanahnya menjadi mati dan tahunnya menjadi menjadi tak bertanaman lagi kering kerontang, serta api syahwat siap membakar dari segala sisi, seperti angin kering yang siap membakar apapun” (Dzauqush Shalah, Ibnul Qoyyim. hal. 9).
       
B.    Mengapa Allah Mewajibkan Shalat
Sesungguhnya Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Rahman dan Maha Rahim yang Maha Tahu akan segala apa yang ada dibumi, sehingga setiap apapun yang diperintahka dan dilarang oleh-Nya benar-benar menunjukkan kasih saying dan cintanya kepada setiap makhluk di muka bumi.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Kautsar ayat 2, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah”. Ayat tersebut menunjukkan betapa pentingnya menjalankan ibadah yang satu ini, bahkan Allah mengacam manusia yang lalai dalam mengerjakan shalat dengan ancaman yang keras dalam surah Al-Maun ayat 4-5, “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat yaitu orang-orang yang lalai dengan shalatnya”. Allah memerintahkan untuk shalat sebagai pembeda antara yang mu’min dan yang kafir, selain itu shalat juga ibadah yang membuat kita lebih dekat dengan Allah. Dalam sebuah hadits qudsyi dikatakan “Kedekatan semua hamba kepada-Ku, seperti yang aku fardhukan (wajibkan) padanya dan tidak henti-hentinya seoang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunat, sehingga aku mencintainya, maka aku menjadi telinga yang ia pergunakan untuk  mendengar, menjadi mata yang ia pergunakan untuk melihat, jika ia meminta padaku sungguh aku memberikannya dan bila ia berdo’a kepadaku niscaya aku akan mengabulkan.
Menurut penelitian Dr.Alexis carel,seorang pemenang nobel dalam bidang kedokteran memberikan pernyataan sebagai berikut, “Sholat memunculkan aktivitas pada perangkat tubuh dan anggota tubuh bahkan sebagai sumber aktivitas terbesar yang dikenal sampai saat ini. Berikut ini akan dipaparkan beberapa rahasia dari berbagai gerakan shalat dan aktivitas sirkulasi darah dalam urat:
1.     Qiyam
Berdiri merupakan gerakan pertama dalam shalat, dalam posisi ini seseorang berdiri tegak namun rileks, kaki merenggang selebar jarak antara dua bahu tubuh, tangan kanan memegang tangan kiri. Posisi ini sebagai awal pembukaan diri.
2.     Ruku’
Posisi ini menempatkan jantung berada dalam satu garis horizontal dengan pembuluh darah tulang besar ,sebagai ganti dari letak asalnya yaitu dalam posisi lebih tinggi dari pembuluh darah tulang tersebut.posisi ini memudahkan aliran darah untuk kembali ke jantung karena pengaruh karena pengaruh aktivitas penarikan oleh urat-urat jantung sehingga jantung lebih leluasa menarik darah tanpa rintangan gaya gravitasi bumi.gerakan ini jugga meningkatkan kemampuan memompa dari urat urat dalam perut untuk mengalirkan darahnya menuju jantung dennan kekutan maksimal oleh pengerutan dinding perut.karena gerakan ini terbebas dari rintangan gravitasi bumi yang biasanya membebani penarikan darah dari bawah keatas sehimgga darah mengalir kembali ke jantung sehingga darah dapat kembali dengan mudah ke jantung,dan darah dapat dibersikan dari segala kotoran secara maksimal setelah mengalir ke bagian tubuh.
3.     I’tidal
Gerakan ini membantu menarik nafas yang dalam lalu diikuti pengeluaran nafas tersebut dari arah yang berlawanan dengan kuat diafragma kembali dalam posisi lebih tinggi,rongga perut tertekan ke tempat yang lebih rendah.dada berada dalam posisi lebih tinggi dari desakan udara .sehingga mengirai terpwncarnya darah ke rongga dada.aliran darah yang telah berada pada rongga kaki mempunya kesempatan leluasa untuk berjalan cepat menuju rongga perut dimana urat – urat yang sedang lunak siap menerima darah yang tengah berjalan dari arah kaki.
4.     Gerakan dari berdiri menuju sujud
Gerakan ini membangkitkan semua proses pemompaan darah urat samping secara maksimal dan seaktif mungkin.gerakan tersebut memompa darah pada urat kaki,menyemprot betis,menyemprot paha darsamping ke samping juga menyemprot perut.hal ini bertujuan memeras darah urat yang terdapat dalam jaringan darah menuju urat kecil dan dilanjutkan ke urat besar.
5.     Gerakan sujud
Gerakan ini memunculkan sirkulasidarah yang sempurna searah dengan tarikan gaya gravitasi bumi.pengencangan punggung menjadikan otot yang bersandar pada punggung mengalirkan darah dengan deras menuju aliran darah yang memancar dalam nadi darah besar yang pada saat itu berada dalam posisi lebih tinggi dari posisi keberadan jantung.
Dalam fakta lain menunjukkan bahwa umat muslim diperintah pertama kali oleh Allah adalah untuk mengerjakan shalat. Nabi Muhammad SAW saat menjelang kematiannya berwasiat kepada umatnya untuk benar-benar menjaga shalatnya. Karena, ciri seorang Muslim adalah Shalat, apabila seorang muslim mengerjakan shalat dengan sebaik-baiknya, maka dampaknya selain mendapatkan pahala dari Allah SWT, juga akan berdampak pada kesehatan tubuhnya dan perilakunya. Dia akan mengeluarkan zakat dengan ikhlas bukan untuk disanjung atau bergaya-gaya biar orang lain tahu kalau dia kaya, melaksanakan puasa dengan ikhlas bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja, menunaikan ibadah haji semata-mata untuk menjalankan perintah Allah bukan untuk menaikkan status sosialnya dimasyarakat. Dengan demikian seseorang yang shalatnya baik akan baiklah ibadah-ibadah yang lainnya.
C.    Tujuan dan Fungsi Shalat
1.     Tujuan Sholat
a.      Melaksanakan kewajiban kepada Sang Khaliq sebagai sorang muslim yang baik.
b.     Sebagai tanda kepatuhan umat muslim kepada Sang Khaliq.
c.      Sebagai pembeda antara muslim dan non muslim.
2.     Fungsi Sholat
a.      Menurut kesehatan
1)     Sholat mampu menyembuhkan rematik
Berdasarkan saran dari dokter ini maka tidak ada solusi terbaik untuk menghindari rematik sejak dini kecuali dengan melaksanakan sholat 5 waktu secara konsisten, karena gerakan sholat adalah jenis gerakan terbaik yang mampu mengembalikan fungsi otot dengan baik.
2)     Manfaat Sholat untuk kelancaran sistem peredaran darah dan terapi penyakit jantung
Kajian kedokteran mengungkapkan bahwa gerakan ruku'â dan sujud dalam waktu yang lama mampu menstabilkan detak jantung, sehingga peredaran darah berjalan lancar serta meminimalisir tekanan darah tinggi secara akut di kepala.
3)     Sholat merupakan gerak olah raga terbaik
Secara medis dengan disiplin melakukan shalat setiap waktunya plus sholat malam, berdampak pada perubahan pada gerak otot dan hal ini mampu membangkitkan semangat baru pada tubuh, mengikis timbunan lemak di sekitar perut dan paha dan memperlambat efek-efek penuaan pada tubuh.
4)     Manfaat Wudhu dalam Terapi Penyakit Kanker Kulit
Berbagai kajian yang berhubungan dengan faktor pemicu kanker kulit mengungkapkan bahwa faktor yang mendominasi munculnya kanker kulit adalah karena kulit banyak menyerap zat kimiawi; dan solusi terbaik untuk mencegahnya adalah dengan menghilangkannya dengan membersihkannya secara berulang kali.
5)      Manfaat Sujud dari segi Substansi Kesehatan
Pengulangan sujud dalam sholat setiap harinya minimal dilakukan 34 x. Bilangan tersebut dianggap bilangan yang tepat untuk meningkatkan aktivitas otot dan saraf tubuh serja menjaga keseimbangan antar sendi, khususnya tangan, paha. lutut dan kaki. Dengan aktivitas sujud juga, peredaran darah dalam tubuh bisa berjalan dan bergerak dengan mudah dari atas ke bawah.
6)     Manfaat Kekhusyuâkan dalam Sholat
Hal yang dapat menurunkan kemampuan memusatkan pikiran dan bahkan merusaknya adalah penyimpangan dan terlalu sibuk dalam menuruti hawa nafsu. Dan akal merupakan alat yang mengagumkan dan memiliki kemampuan yang sangat hebat jika difokuskan pada suatu titik.
7)     Kedhasyatan sholat tahajjud dan subuh (yang tepat waktu)
Melalui berbagai penelitian, percobaan dan kajian, sebuah fakta ilmiah mengungkapkan bahwa seseorang yang tidurnya dalam waktu yang sangat lama akan sangat mudah terserang penyakit jantung. Hal ini dikarenakan lemak yang ada dalam darah menempel pada dinding syaraf di sekitar jantung. Para ulama dan ilmuwan modern banyak menganjurkan agar setiap manusia bangun dari tidurnya setelah 4 jam, kemudian melakukan gerakan tubuh ataupun melakukan kegiatan yang membutuhkan otot selama 1/4 jam. Hal ini berguna untuk menghindari bahaya serangan jantung dan menjaga vitalitas tubuh, khususnya jantung karena menghindarinya dari timbunan lemak.
b.     Secara umum
1)      Mengingatkan kita kepada Allah.
2)     Mengidupkan rasa takut kepada Allah.
3)      Menyuburkan pokok-pokok dan asas-asas tauhid.
4)     Tali penghubung yang menghubungkan hamba dengan Allah Khaliqnya.
5)      Mendidik dan melatih kita menjadi orang yang tenang.
6)     Dapat menghadapi segala kesusahan dalam hati.
7)     Menghilangkan tabi’at loba.
8)     Tidak takut kemiskinan dan kepapaan karena banyk mengeluarkan harta di jalan Allah.
9)     Menghasilkan ketetapan pendirian.
10)  Mengekalkan kita mengerjakan kebajikan.
11) Memelihara aturan-aturan dan disiplin.
12) Menjadi penghalang untuk mengerjakan kemungkaran dan keburukan.
13) Menyebabkan kita berani meninggalkan maksiat dan tidak berani meninggalkan taat.

D.    Akhlak dalam Shalat
Dalam Qs. Al-Ankabut : 45, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat diatas begitu eksplisit menjelaskan adanya keterkaitan antara shalat dan perilaku yang ditunjukkan oleh seorang muslim. Pengaruh shalat memang tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk mengeneralisasi dan menghukumi kepribadian semua orang. Tetapi, paling tidak dalam ayat ini Allah menjelaskan sikapseorang manusia dari sudut pandang karakter dan watak /tabiat yang dibawanya. Shalat itu membersihkan jiwa, menyucikan, mengkondisikan seorang hamba untuk munajat kepada Allah SWT didunia dan taqqarub dengan-Nya diakhirat. (Jabir Al Jazairi,2004:298)
Shalat sebagai salah satu bagian penting ibadah dalam islam sebagaimana bangunanibadah yang lain juga memilki banyak keistimewaan. Ia tidak hanya memiliki hikmah spesifik dalam setiap gerakan dan rukunnya, namun secara umum shalat juga memiliki pengaruh drastic dalam perkembangan kepribadian seorang muslim. Tentu saja hal itu tidak serta merta dan langsung kita dapatkan dengan instan dalam pelaksanaan shalat. Manfaatnya tanpa terasa dan secara gradual akan masuk dalam diri muslim yang taat melaksanakannya.
Shalat merupakan media komunikasi antara san Khalik dan seorang hamba. Media komunikasi ini sekaligus sebagai media untuk senantiasa mengungkapkan apapun yang dirasakan seorang hamba. Dalam psikologi dikenal istilah katarsis, secara sederhana berarti mencurahkan segala apa yang terpendam dalam diri,positif maupun negative. Maka shalat bisa menjadi media katarsis yang akan membuat seseorang menjadi tentram hatinya.
1.     Keterkaitan shalat dan akhlak sinergis shalat dan sabar, sebuah harmoni
Sejatinya, shalat adalah ibadah paripurna yang memadukan olah piker, olah gerak dan olah rasa (sensibilitas). Ketiganya terpadu secara cantik dan selaras. Kontemplasi dan riyadhah yang terintegrasi sempurna, saling melengkapi dari dimensi perilaku/lisan (al-bayan), respons motorik, rasionalitas (menempatkan diri secara proposional) dan kepekaan terhadap jati diri kepekaan dan keharusan untuk merasakan cinta dan kasih saying Allah SWT. Yang menarik, Alquran kerap menggandengkan ritual shalat dengan sikap sabar. Salah satunya dalam QS Al Baqarah, Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Berikut ini adalah nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam proses menjalankan ibadah shalat :
a.    Latihan kedisiplinan
Waktu pelaksanaan shalat sudah ditentukan sehingga kita tidak boleh seenaknya mengganti, memajukan ataupun mengundurkan waktu pelaksanaannya, yang akan mengakibatkan batalnya shalat kita. Hal ini melatih kita untuk berdisiplin dan sekaligus menghargai waktu. Dengan senantiasa menjaga keteraturan ibadah dengan sunguh-sungguh, manusia akan terlatih untuk berdisiplin terhadap waktu (Toto Tasmara, 2001: 81).
b.   Latihan kebersihan
Sebelum shalat, seseorang disyaratkan untuk mensucikan dirinya terlebih dahulu, yaitu dengan berwudhu atau bertayammum. Hal ini mengandung pengertian bahwa shalat hanya boleh dikerjakan oleh orang yang suci dari segala bentuk najis dan kotoran sehingga kita diharapkan selalu berlaku bersih dan suci.
c.   Latihan konsentrasi
Shalat melibatkan aktivitas lisan, badan, dan pikiran secara bersamaan dalam rangka menghadap ilahi. Ketika lisan mengucapkan Allahu Akbar, secara serentak tangan diangkat ke atas sebagai lambang memuliakan dan membesarkan, dan bersamaan dengan itu pula di dalam pikiran diniatkan akan shalat.
d.   Latihan sugesti kebaikan
Bacaan-bacaan di dalam shalat adalah kata-kata baik yang banyak mengandung pujian sekaligus doa kepada Allah. Memuji Allah artinya mengakui kelemahan kita sebagai manusia, sehingga melatih kita untuk senantiasa menjadi orang yang rendah hati, dan tidak sombong. Berdoa, selain bermakna nilai kerendahan hati, sekaligus juga dapat menumbuhkan sikap optimis dalam kehidupan.

e.   Latihan kebersamaan
Dalam mengerjakan shalat sangat disarankan untuk melakukannya secara berjamaah (bersama orang lain). Dari sisi pahala, berdasarkan hadits nabi SAW jauh lebih besar bila dibandingkan dengan shalat sendiri-sendiri. Dari sisi psikologis, shalat berjamaah bisa memberikan aspek terapi yang sangat hebat manfaatnya, baik bersifat preventif maupun kuratif. Dengan shalat berjamaah, seseorang dapat menghindarkan diri dari gangguan kejiwaan seperti gejala keterasingan diri. Dengan shalat berjamaah, seseorang merasa adanya kebersamaan dalam hal nasib, kedudukan, rasa derita dan senang. Tidak ada lagi perbedaan antar individu berdasarkan pangkat, kedudukan, jabatan, dan lain-lain di dalam pelaksanaan shalat berjamaah.
E.    Hikmah Shalat
Hikmah ibadah shalat sangat besar bagi kehidupan umat Islam baik dari segi kehidupan pribadi maupun masyarakat. Pelaksanaan shalat itu sendiri telah menunjukkan adanya rasa kepatuhan diri seseorang terhadap Khaliknya serta menunjukkan adanya rasa syukur terhadap segala apa yang dianugerahkan Allah sehingga seorang hamba berhadapan dengan Tuhannya untuk menyampaikan segala puji-pujian yang Maha Agung.
Abul A’la Maududi menjelaskan bahwa hikmah ibadah shalat tersebut di antaranya:
a. Kesadaran kedudukan sebagai budak.
b. Rasa berkewajiban.
c. Latihan kepatuhan.
d. Menimbulkan rasa kepatuhan kepada Allah.
e. Kesadaran akan hukum Allah.
f. Praktek kebersamaan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa melalui ibadah shalat tersebut akan menumbuhkan sifat rendah hati karena menyadari bahwa manusia dicimtakan untuk menghambakan diri kepada Allah dengan kewajiban menghambakan diri dan mematuhi kepada hukum-hukum yang datang dari Allah SWT dan jika ibadah shalat itu dilaksanakan secara berjama’ah maka akan membawa dampak positif bagi pembinaan persatuan dan kesatuan antara umat Islam itu sendiri serta menumbuhkan rasa kebersamaan di berbagai bidang.
Zakiah daradjat menyatakan bahwa “Shalat lima waktu merupakan latihan bagi pembinaan disiplin pribadi”.
Dan jika shalat itu dikerjakan secara berjama’ah juga mengandung hikmah: “Komunikasi langsung antara anggota masyarakat sehingga selalu menguasai situasi up to date yang sangat diperlukan dalam kehidupan harmonis bermasyarakat, di samping menumbuhkan persaudaraan, persamaan, solideritas, kekeluargaaan dan sebagainya”.
Dengan demikian dapat dipetik berbagai hikmah yang teramat penting memalui kewajiban beribadah shalat tersebut yaitu unsur yang pertama adalah pembinaan pribadi individu dimana melalui ibadah shalat tersebut akan menumbuhkan diri yang berjiwa disiplin selalu mematuhi hukum dan aturan serta berjiwa optimis terhadap anugerah dan rahmat dari Allah SWT.      
F.     Makna Spiritual Shalat
1.     Menyelami Hakekat Sujud
Sayidina Ali pernah ditanya tentang makna sujud pertama. Ia menjawab, itu artinya: Allahumma innaka minha khalaqtana (Ya Allah sesungguhnya Engkau menciptakan kami dari tanah). Makna bangkit dari sujud ialah: Wa minha akhrajtana (Dan daripadanya engkau mengeluarkan kami). Makna sujud kedua ialah: Wa ilaina tu'iduna (Dan kepadanya Engkau akan mengembalikan kami). Bangkit dari sujud kedua maknanya: Wa minha takhrujna taratan ukra (Dan daripadanya Engkau akan membangkitkan lagi).
Sayidina Ali mengingatkan kita filosofi dua sujud. Sujud pertama mengingatkan kita bahwa manusia berasal-usul dari tanah. Dari tanah ia diciptakan dan tumbuh menjadi makhluk hidup yang diberi kepercayaan sebagai khalifah di bumi dengan segala aktivitasnya. Meski demikian, setiap manusia mempunyai ajal dan pada akhirnya juga ia kembali ke tanah, masuk ke liang lahat, dan kembali menjadi tanah. Bangkit dari sujud mempunyai makna eskatologis.
2.     Rahasia Di Balik Shalat
Seorang yang shalat berarti melakukan hubungan langsung (direct connecting) dengan Allah SWT. Dengan demikian, tercipta rasa aman, tenang, damai, indah, sejuk, dan lapang di dada, seperti yang dilukiskan Allah dalam ayat, "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram." (QS ar-Rad [13]:29). Karena itulah, Allah SWT menyerukan, "Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (QS.Taha:14).
Mengingat Allah SWT untuk menenangkan jiwa harus dilakukan secara konstan dan dengan waktu yang teratur, sebagaimana ditegaskan dalam ayat lain, "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS an-Nisa [4]:103). Melaksanakan shalat secara rutin sebagaimana waktu-waktu yang ditentukan Allah SWT diharapkan dapat melahirkan hamba-hamba yang istimewa, yakni hamba yang selalu berada di "dunia atas" (al-'alam al-'ulya), bukankah shalat itu adalah mikraj bagi orang yang beriman (al-shalatu mi'raj al-mu'minin), sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
Untuk meraih shalat yang memungkinkan seseorang mikraj ke "dunia atas", seseorang betul-betul harus mengindahkan petunjuk dan directions Tuhan untuk sesuatu yang berhubungan dengan shalat. Antara lain melakukan penyempurnaan thaharah, seperti mandi junub bagi orang yang janabah, berwudhu atau bertayamum dengan baik, menggunakan penutup aurat yang bersih dan muru'ah, melaksanakan atau menjawab suara azan, menghadap ke kiblat, dan melakukan amaliah shalat secara tumaninah.
Shalat yang khusyuk menurut kalangan sufi dimulai saat seseorang mengambil air wudhu. Di antara mereka ada yang mengatakan, orang yang tidak khusyuk saat mengambil air wudhu sulit untuk khusyuk di dalam shalat. Mereka menyarankan agar jangan ada kata-kata duniawi seusai mengambil air wudhu sampai selesai shalat. Jika seseorang telah melakukan dosa, meskipun secara fikih wudhu belum batal, disarankan agar memperbaharui wudhunya. Energi spiritual pada wudhu diperlukan untuk melahirkan shalat khusyuk. Allahu a'lam.
3.     Rahasia Bangkit dari Sujud
Secara spiritual, sujud juga bisa dimaknai pencurahan dan penyerahan secara total (tafwidh) kepada Allah SWT. Seolah-olah, rongga diri yang berisi noda, dosa, dan kelemahan diri sebagai manusia ditumpahkan di atas sajadah sampai tetes terakhir, lalu bangkit di antara dua sujud, lalu sang hamba merasa diisi dengan air suci yang akan membilas keseluruhan rongga dirinya, lalu ditumpahkan sekali lagi, sampai betul-betul bejana dalam bentuk rongga ini bersih sebersih-bersihnya, lalu bangkit dari sujud untuk siap diisi kembali dengan cahaya kesucian.
Saat merasa suci dan putih inilah seorang mushalli ber-tasyahhud, yang secara harfiah berarti "kehadiran" dan "penyaksian" yang dalam bahasa tasawuf disebut kesadaran tajalli (divine conciousnes), di mana sang hamba dan Sang Tuhan merasa terjadi kesatuan (al-ittihad). Ittihad itu sendiri adalah suatu tingkatan (maqam) di mana seorang salih telah merasakan dirinya bersatu dengan Tuhan. Yang dicintai dan yang mencintai menjadi satu atau yang menyembah dan yang disembah sudah menyatu (al-'abid wa al-ma'bud wahid).
Bangkit dari sujud juga dianggap simbol dari kebangkitan kedua atau kebangkitan terakhir bagi manusia, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran: Minha khalaqnakum wa fiha nu'idukum wa minha nukhrijukum taratan ukhra (Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu, serta darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain) (QS Thaha [20]:55).
4.     Rahasia Salam
Ketika seorang mushalli sudah menunaikan dua sujud terakhir, maka ia seperti merasa dalam puncak pendakian (al-qaus al-al-su'ud). Ia merasakan suasana batin: Inna lillah wa inna ilaihi raji'un (Kita berasal dari Allah dan kembali lagi kepada-Nya/QS al-Baqarah [2]:156). Ia merasa telah melakukan perjalanan meninggalkan wujud lahir menuju wujud batin (al-sair min al-adhahir ila al-bathin), dari wujud keteruraian ke wujud kebersatuan (min al-tafshil ila al-ijmal), dan dari wujud partikular ke wujud universal.
Setelah mencapai puncak "kefanaan" atau "mabuk spiritual" di dalam sujud pertama lalu bangkit ke dalam kesadaran normal (al-sahwu ba'da al-mahwu), kemudian disusul sujud kedua, kembali dari kesadaran kepada "mabuk spiritual" (al-mahwu ba'da al-sahwu) lalu bangkit lagi dari sujud kedua ke "kesadaran abadi" (al-baqa' ba'da al-sahwu). Ketika dalam al-baqa' sesudah sujud terakhir, seorang mushalli mencapai puncak penyaksian (tasyahhud).
Ketika dalam tasyahhud  maka yang bersangkutan merasakan sebuah perasaan misteri, seolah-olah ia merasa sangat plong. Ia merasa seperti terbebas dari beban yang selama ini menggunung di pundaknya. Kepasrahan total yang dirasakannya membuat beban berat yang menggunung itu beterbangan bagaikan kapas yang halus, seperti yang dilukiskan di dalam ayat: Wa takun al-jibal ka al-'ihn al-manfus (dan gunung-gunung seperti bulu yang beterbangan/QS al-Qari'ah [101]:5). Ia merasakan kedamaian sejati karena sudah berada di dalam puncak pencapaian. Ia berada dalam suasana batin: Al-taraqqi ila 'ain al-jam' wa al-Hadhrah al-Ahadiyyah (pendakian menuju penyatuan dengan wujud Ahadiyyah).

G.   Ancaman bagi Orang yang Meninggalkan Shalat
Barang siapa melalaikan sholat, Allah SWT akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Enam siksaan di dunia, tiga siksaan ketika meninggal, tiga siksaan di alam kubur, tiga siksaan saat bertemu dengan Allah SWT.
Ketika Malaikat Jibril turun dan berjumpa dengan Rasulullah SAW, ia berkata, “Wahai Muhammad, Allah tidak akan menerima puasa, zakat, haji, sedekah, dan amal saleh seseorang yang meninggalkan sholat. Ia dilaknat di dalam Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Quran. Demi Allah, yang telah mengutusmu sebagai nabi pembawa kebenaran, sesungguhnya orang yang meninggalkan sholat, setiap hari mendapat 1.000 laknat dan murka. Para malaikat melaknatnya dari langit pertama hingga ketujuh. Orang yang meninggalkan sholat tidak memperoleh minuman dari telaga surga, tidak mendapat syafaatmu, dan tidak termasuk dalam umatmu. Ia tidak berhak dijenguk ketika sakit, diantarkan jenazahnya, diberi salam, diajak makan dan minum. Ia juga tidak berhak memperoleh rahmat Allah.Tempatnya kelak di dasar neraka bersama orang-orang munafik, siksanya akan dilipatgandakan, dan di hari kiamat ketika dipanggil untuk diadili akan datang dengan tangan terikat di lehernya. Para malaikat memukulinya, pintu neraka jahanam akandibukakan baginya, dan ia melesat bagai anak panah ke dalamnya, terjun dengan kepala terlebih dulu, menukik ke tempat Qorun dan Haman didasar neraka. Ketika ia menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, makanan itu berkata, ‘Wahai musuh Allah, semoga Allah melaknatmu, kamu memakan rezeki Allah namun tidak menunaikan kewajiban-kewajiban dari-Nya.’ Ketahuilah, sesungguhnya bencana yang paling dahsyat, perbuatan yang paling buruk, dan aib yang paling nista adalah kurangnya perhatian terhadap sholat lima waktu, sholat Jumat, dan sholat berjemaah. Padahal, semua itu ibadah-ibadah yang oleh Allah SWT ditinggikan derajatnya, dan dihapuskan dosa-dosa maksiat bagi siapa saja yang menjalankannya.  Orang yang meninggalkan sholat karena urusan dunia akan celaka nasibnya, berat siksanya, merugi perdagangannya, besar musibahnya, dan panjang penyesalannya. Ia dibenci Allah, dan akan mati dalam keadaan tidak Islam, tinggal di neraka Jahim atau kembali ke neraka Hawiyah”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa meninggalkan sholat hingga terlewat waktunya, lalu mengadanya, ia akan disiksa di neraka selama satu huqub (80 tahun).... Sedangkan ukuran satu hari di akhirat adalah 1.000 tahun di dunia.” Demikian tertulis dalam kitab Majalisul Akbar.
Sementara dalam kitab Qurratul Uyun, Abu Laits Samarqandi menulis sebuah hadis, “Barang siapa meninggalkan sholat fardu dengan sengaja walaupun satu sholat, namanya akan tertulis di pintu neraka yang ia masuki.” Ibnu Abbas berkata, ”Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, ‘Katakanlah, ya Allah, janganlah salah seorang dari kami menjadi orang-orang yang sengsara.’ Kemudian Rasulullah SAW bertanya, ‘Tahukah kamu siapakah mereka itu?’ Para sahabat menjawab, ‘Mereka adalah orang yang meninggalkan sholat. Dalam Islam mereka tidak akan mendapat bagian apa pun’.
Disebutkan dalam hadis lain, barang siapa meninggalkan sholat tanpa alasan yang dibenarkan syariat, pada hari kiamat Allah SWT tidak akan memedulikannya, bahkan Allah SWT akan menyiksanya dengan azab yang pedih. Diriwayatkan, pada suatu hari Rasulullah SAW berkata, ”Katakanlah, ya Allah, janganlah Engkau jadikan seorang pun di antara kami celaka dan diharamkan dari kebaikan.”“Tahukah kalian siapakah orang yang celaka, dan diharamkan dari kebaikan?”“Siapa, ya, Rasulullah?” “Orang yang meninggalkan sholat,” jawab Rasulullah. Dalam hadis yang berhubungan dengan peristiwa Isra Mi'raj, Rasulullah SAW mendapati suatu kaum yang membenturkan batu ke kepala mereka. Setiap kali kepala mereka pecah, Allah memulihkannya seperti sedia kala. Demikianlah mereka melakukannya berulang kali. Lalu, beliau bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?”
“Mereka adalah orang-orang yang kepalanya merasa berat untuk mengerjakan sholat. Jawab Jibril. Diriwayatkan pula, di neraka Jahanam ada suatu lembah bernama Wail. Andaikan semua gunung di dunia dijatuhkan ke dalamnya akan meleleh karena panasnya yang dahsyat. Wail adalah tempat orang-orang yang meremehkan dan melalaikan sholat, kecuali jika mereka bertobat. Bagi mereka yang memelihara sholat secara baik dan benar, Allah SWT akan memuliakannya dengan lima hal, dihindarkan dari kesempitan hidup, diselamatkan dari siksa kubur, dikaruniai kemampuan untuk menerima kitab catatan amal dengan tangan kanan, dapat melewati jembatan shirathal mustaqim secepat kilat, dan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab. Dan barang siapa meremehkan atau melalaikan sholat, Allah SWT akan menyiksanya dengan 15 siksaan. Enam siksaan di dunia, tiga siksaan ketika meninggal, tiga siksaan di alam kubur, dan tiga siksaan saat bertemu dengan Allah SAW. Adapun enam siksaan yang ditimpakan di dunia adalah dicabut keberkahan umurnya, dihapus tanda kesalehan dari wajahnya (pancaran kasih sayang terhadap sesama), tidak diberi pahala oleh Allah semua amal yang tidak diangkat ke langit, tidak memperoleh bagian doa kaum salihin, dan tidak beriman ketika roh dicabut dari tubuhnya. Adapun tiga siksaan yang ditimpakan saat meninggal dunia ialah mati secara hina, mati dalam keadaan lapar, dan mati dalam keadaan haus. Andai kata diberi minum sebanyak lautan, tidak akan puas.
Sedangkan tiga siksaan yang didapat dalam kubur ialah, kubur mengimpitnya hingga tulang-belulangnya berantakan, kuburnya dibakar hingga sepanjang siang dan malam tubuhnya berkelojotan menahan panas, tubuhnya diserahkan kepada seekor ular bernama Asy-Syujaul Aqra. Kedua mata ular itu berupa api dan kukunya berupa besi, kukunya sepanjang satu hari perjalanan. ”Aku diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyiksamu, karena engkau mengundurkan sholat Subuh hingga terbit matahari, mengundurkan sholat Zuhur hingga Asar, mengundurkan sholat Asar hingga Magrib, mengundurkan sholat Magrib hingga Isya, dan mengundurkan sholat Isya hingga Subuh,” kata ular itu.Setiap kali ular itu memukul, tubuh mayat tersebut melesak 70 hasta, sekitar 3.000 meter, ke dalam bumi. Ia disiksa dalam kubur hingga hari kiamat. Di hari kiamat, di wajahnya akan tertulis kalimat berikut: Wahai orang yang mengabaikan hak-hak Allah, wahai orang yang dikhususkan untuk menerima siksa Allah, di dunia kau telah mengabaikan hak-hak Allah, maka hari ini berputus asalah kamu dari rahmat-Nya.
Adapun tiga siksaan yang dilakukan ketika bertemu dengan Allah SWT adalah, pertama, ketika langit terbelah, malaikat menemuinya, membawa rantai sepanjang 70 hasta untuk mengikat lehernya. Kemudian memasukkan rantai itu ke dalam mulut dan mengeluarkannya dari duburnya. Kadang kala ia mengeluarkannya dari bagian depan atau belakang tubuhnya. Malaikat itu berkata, ”Inilah balasan bagi orang yang mengabaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah.” Ibnu Abas berkata, ”Andai kata satu mata rantai itu jatuh ke dunia, niscaya cukup untuk membakarnya.”
Kedua, Allah tidak memandangnya. Ketiga, Allah tidak menyucikannya, dan ia memperoleh siksa yang amat pedih. Demikianlah ancaman bagi orang-orang yang sengaja melalaikan sholat. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada orang yang bersegera menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya. Amin.
Rasulullah SAW bersabda, “Sembahlah Allah seakan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”(HR.Bukhari&Muslim)

H.    Rukhsoh shalat
1.     Pengertian Rukhsah
Kata rukhsah (رخصة) secara bahasa bermakna “keringanan”, kata ini berasal dari kata kerja bentuk lampau (fi’il madhi) yaitu rakhasa (رخّص) yang bermakna “telah menurunkan” atau “telah mengurangkan”. Seseorang yang mendapat keringanan disebut sebagai ”raakhis” (راخص), kata ini jika digabungkan dengan kata lain memiliki makna yang sama, misalnya ungkapan “Rukhusha as-Si’ru” maka berarti harga yang murah. Jika huruf “kha” dibaca fathah (menjadi Rukhashah) maka ia adalah bentuk ungkapan tentang seseorang yang mengambil, atau menjalankan rukhshah, seperti yang disebutkan oleh Amidi.
Dalam Kamus Lisaan Al-Arab Ibnu Mandzur menyatakan :
والرُّخْصة وهي الفُرْصة والرُّفْصة بمعنى واحد ورَخَّصَ له في الأَمر أَذِنَ له فيه بعد النهي عنه والاسم الرُّخْصةُ والرُّخُصةُ والرُّخْصةُ تَرْخِيصُ اللّه للعبد في أَشياءَ خَفَّفَها عنه
Rukhsah bermakna juga furshah dan rufshah ketiganya memiliki satu makna. Kata “rakhasa lahu fi amri” bermakna memberikan keringanan setelah sebelumnya dilarang.[1][1] Kata rukhsah bermakna Allah telah memberikan keringanan bagi hamba pada suatu perkara.
            Secara istilah, kata rukhsah  memiliki beberapa pengertian, secara umum rukhsah diartikan dengan :
الحكم الثابت على خلاف الدليل لعذر.                                                 
Hukum yang berlaku berdasarkan suatu dalil menyalahi dalil yang ada karena adanya uzur.
            Para Ahli Ushul Fikih mendefinisikan rukhshah dengan beberapa definisi:
1.     As-Sarkhasi mendefinisikannya dengan sesuatu yang dibolehkan karena udzur (alasan), tetapi dalil diharamkannya adalah tetap.
2.     Syathibi berpendapat bahwa rukhshah adalah sesuatu yang disyariatkan karena udzur yang sulit, sebagai pengecualian dari hukum asli yang umum, yang dilarang dengan hanya mencukupkan pada saat-saat dibutuhkan.  
3.     Imam Al-Ghazali mendefinisikan rukhsah sebagai “sesuatu yang dibolehkan kepada seseorang mukallaf untuk melakukannya karena uzur”.
4.     Al-Baidhawi mendefinisikan rukhsah sebagai “Hukum yang berlaku yang tidak sesuai dengan dalil yang ada dikarenakan adanya halangan (udzur)”.[2][2]
5.     Ali Abu Al-Basal berpendapat bahwa rukhsah adalah lawan dari azimah, hal ini dikarenakan azimah adalah perintah untuk mengamalkan sesuatu sesuai dengan dalil yang ada, semantara rukhsah adalah mengamalkan sesuatu yang tidak sesuai dengan dalil yang ada dikarenakan adanya udzur yang menjadi halangan pelaksanannya tersebut. Ia menambahkan bahwa azimah adalah hak Allah atas hambaNya, sedangkan rukhsah adalah hadiah Allah kepada para hambaNya. 
Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum rukhsah adalah: 
1.     Hukum yang disyariatkan pada tahap kedua, sebagai pengucualian dari hukum asli yang umum yaitu ‘azimah.
2.     Bahwa dalil hukum asli yaitu ‘azimah masih tetap berlaku dan masih harus dilaksanakan bagi orang yang tidak memiliki udzur.
3.     Faktor udzur-lah yang membolehkan dilaksanakannya rukhshah.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa adanya rukhsah adalah sebagai bentuk kemurahan dari Allah ta’ala kepada para hambaNya, terutama ketika kondisi tidak memungkinkan untuk melaksanakan ‘azimah tersebut.
2.      Perbedaan antara Rukhshah dan Udzur
Pada dasarnya tidak ada perbedaan mendasar antara udzur dengan rukhshah, di antara ulama yang membedakannya adalah Al-Syathibi, Al-Ghazali dan Al-Isnawi. Udzur secara makna memiliki pengertian yang lebih umum dari rukhshah, karena ia mencakup seluruh ‘awaridh  (hal-hal yang tidak tetap yang muncul dari sesuatu), yang terjadi pada hak seorang mukallaf (manusia) karena suatu keadaan dan kondisi. Di antara udzur itu ada yang masuk dalam cakupan al-Hajiyyat al-Kulliyyat (maslahat sekunder yang umum) seperti al-Qiradh, di mana ia disyariatkan karena adanya udzur pada hukum asal, yaitu ketidakmampuan pemilik harta dalam berusaha mencari rezeki dan qiradh dibolehkan karena tidak ada masyaqqah, atau ketidakmampuan, begitu juga dengan transaksi al-Musaqat. Oleh karena itu, akad Qiradh dan akad salam tidak disebut sebagai rukhshah. Di antara udzur juga ada yang dikembalikan kepada aslu takmili (hukum asal yang bersifat penyempurna), ini juga tidak dinamakan rukhshah, seperti shalat makmum yang mampu berdiri dibelakang imam yang tidak mampu berdiri.
Sedangkan rukhshah tidak terjadi kecuali adanya udzur yang syaqq (sulit), seperti shalat dalam bepergiaan. Bepergian adalah udzur karena ada masyaqqah (kesulitan), sehingga disyariatkan rukhshah untuk mengqashar (memendekkan) shalat. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat kami tetapkan bahwa setiap rukhshah adalah udzur, tetapi tidak setiap udzur itu adalah rukhshah.
3.      Sebab-Sebab Rukhsah
Rukhsah atau keringanan tidaklah terjadi begitu saja, ia memiliki sebab-sebab terwujudnya rukhsah tersebut, diantaranya adalah:
a.    Bermusafir. Seseorang yang dalam keadaan safar (perjalanan) diberikan keringanan untuk mengqasar dan menjamak shalat, mengusap khuf dan tidak berpuasa selama masa safarnya.
b.     Sakit. Ketika seseorang dalam keadaan sakit, maka dibolehkan baginya menjamak shalat, bertayamum dan shalat berjama’ah di masjid.
c.     Lupa. Seseorang yang dalam keadaan lupa padahal ia sedang berpuasa maka ia tidak batal jika makan atau minum karena terlupa. Begitu juga orang yang terlupa belum menunaikan shalat tidak dihukum berdosa, walapun ia harus segera melaksanakannya ketika ia ingat belum melakukan shalat tersebut.
d.    Kebodohan. Seseorang yang karena kejahilannya melakukan suatu perbuatan maka mendapatkan keringanan untuk perbuatannya tersebut. Misalnya seseorang yang tidak paham bahwa buang angin itu membatalkan shalat dan wudhunya, namun ia tetap melanjutkan shalatnya tersebut. Maka shalat dan wudhunya tersebut dimaafkan karena kebodohannya.
e.     Kesukaran. Setiap hal yang menyulitkan dalam Islam maka hal tersebut dimaafkan, misalnya seseorang yang terkena penyakit selalu mengeluarkan air seni, padahal wajib baginya untuk shalat dalam keadan suci, maka wajib baginya untuk tetap melaksanakan shalat walaupun keadaannya demikian. Hal ini berlaku juga bagi wanita yang mengalami darah istihadhah.
f.     Paksaan. Seseorang yang melakukan sesuatu bukan karena kehendaknya sendiri maka ia tidaklah dapat dihukumi dengan perbuatannya tersebut, misalnya dia dipaksa untuk mengucapkan kalimat kufur, dipaksa untuk meminum khamr dan bentuk paksaan lainnya maka tidaklah ia dihukumi dengan perbuatan tersebut selama hatinya tidak condong dan suka dengan perbuatan tersebut.
g.    Kekurangan. Maksud kekurangan di sini adalah kekurangan akal yang ada pada anak kecil, orang gila atau seseorang yang mabuk dan lupa ingatan. Maka mereka dibebaskan dari tanggung jawab atas segala perbuatannya tersebut. Selain itu ia juga terbebas dari segala kewajiban seperti shalat, jihad, zakat, haji dan lain sebagainya.
4.      Jenis-jenis Rukhsah
Keringanan, disebut juga sebagai takhfif selain rukhsah, ia adalah bentuk kemudahan yang diberikan oleh Islam bagi setiap hambaNya yang berada pada keadaan tertentu, Ibnu Nujaim menyebutkan bahwa rukhsah terdiri dari beberapa jenis:
a.      Menggugurkan (Takhfif isqath), seperti pengguguran kewajiban shalat jum’at kepada orang yang sakit kronik.
b.      Mengurangkan (Takhfif tanqish), seperti qasar shalat empat rakaat menjadi dua ketika dalam keadaan safar, dibolehkan shalat sesuai dengan kemampuan bagi seseorang yang dalam keadaan sakit dann yang lainnya.
c.      Menggantikan (Takhfif ibdal). Misalnya mengganti wdudhu dengan air dengan tayamum menggunakan debu dikarenakan tidak adanya air yang digunakan untuk berwudhu.
d.     Mendahulukan (Takhfif taqdim), seperti rukhsah jamak taqdim.
e.      Mengakhirkan (Takhfif takhir). Ini termasuklah rukhsah jamak takhir, melewatkan solat ‘isyak dan lain-lain.
f.       Meringankan (Takhfif tarkhish), seperti dibolehkan minum arak jika tercekik sesuatu apabila tiada minuman lain di sekelilingnya.
g.     Mengubah (Takhfif taghyir). Misalnya perubahan bentuk perbuatan shalat menjadi lebih ringan ketika terjadi peperangan.
Semua rukhsah tersebut adalah bentuk perhatian Islam kepada para pemeluknya, aturan-aturan yang ada dalam Islam bukanlah untuk menyusahkan manusia, sebaliknya ia adalah bentuk pernghargaan kepada manusia sesuai dengan fitrahnya.

I.      Permasalahan Kontemporer
Dibawah ini ada beberapa masalah kontemporer tentang shalat:
1.     Bagaimanakah jika shalat diluar pesawat ruang angkasa? Bagaimana menurut pandang islam?
Sebagaimana kita ketahui bahwa ketika seseorang berada di luar angkasa maka tidaklah mungkin ia dapat menghadap ke arah kiblat, dan juga ia tidak mungkin dapat mengetahui waktu masuk maupun berakhirnya shalat.

Jawabanya adalah, bahwasanya shalat itu tidaklah gugur dengan keadaan apapun, dalam keadaan apapun kita wajib dan bisa melakukan shalat. Maka orang yang sedang dalam pesawat ruang angkasa melakukan shalat dengan menghadap kearah manapun pesawat itu menghadap. Hal ini sebagaimana pula Nabi Shalallohu alaihi wa Sallam shalat di atas kendaraan beliau. Dalam sebuah hadits di sebutkan :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّى عَلَى رَاحِلَتِهِ   حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ

“Dari Abdullah bin Amir, dari bapaknya ia mengatakan ; Aku melihat Nabi Shalallohu alaihi wa Sallam shalat di atas kendaraan beliau kemanapun arah kendaraan tersebut menghadap.” (HR : Bukhari)

Mengenai masuknya waktu shalat apabila hal itu sulit untuk di ketahui maka berdasarkan “ghalabatu ad dzan” atau persangkaan yang kuat. Karena syariat tidaklah membebani seseorang di luar kemampuannya.

Maka apabila seseorang yang sedang berada di pesawat ruang angkasa mampu untuk mengetahui arah kiblat yang benar dan masuknya waktu shalat maka hal itu baik, dan hendaknya ia menghadap ke arah tersebut dan shalat pada waktunya. Akan tetapi apabila ia tidak mampu untuk mengetahui arah kiblat dan waktu masuknya shalat dengan tepat maka ia shalat dengan menghadap ke arah pesawat itu menghadap dan dengan persangkaan kuat telah masuk waktu shalat.

Yang demikian itu karena agama Islam adalah agama yang mudah dan tidak membebani pemeluknya di luar batas kemampuannya. Alloh berfirman :

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا 

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS : 286)

Allah juga berfirman :

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“,.dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS : Al Hajj : 78)

Dan Nabi Shalallohu alaihi wa Sallam juga bersabda :

وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“,.dan apa-apa yang aku memerintahkan kalian dengannya maka kerjakanlah semampu kalian,.” (HR : Ibnu Hibban)

Yang jelas dalam keadaan apapun kewajiban shalat itu tidaklah gugur, maka seorang mukmin wajib menjalankanya sesuai kadar yang di mampuinya. Wallohu A’lam.
2.     Apakah sah khutbah shalat jumat tanpa membaca solawat Nabi?
Jawaban:
Masalah di atas berkaitan dengan rukun-rukun khutbah Jumat. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Di dalam kitab Al-Fiqh ‘Alal Madzhabil Arba’ah (Fiqih Menurut Madzhab Empat) I/390-391, karya Abdurrahman al-Jaziri, disebutkan pendapat empat madzhab tentang rukun-rukun khutbah Jumat. Ringkasnya sebagai berikut:
a.      Hanafiyyah.
Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki satu rukun saja. Yaitu dzikir yang tidak terikat atau bersyarat. Meliputi dzikir yang sedikit ataupun banyak. Sehingga untuk melaksanakan khutbah yang wajib, cukup dengan ucapan hamdalah atau tasbih atau tahlil. Rukun ini untuk khutbah pertama. Adapun pada khutbah kedua, hukumnya sunnah.
b.      Syafi’iyyah.
Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki lima rukun:
v Hamdalah, pada khutbah pertama dan kedua.
v Shalawat Nabi, pada khutbah pertama dan kedua.
v Wasiat takwa, pada khutbah pertama dan kedua.
v Membaca satu ayat al-Quran, pada salah satu khutbah.
v Mendoakan kebaikan untuk mukminin dan mukminat dalam perkara akhirat pada khutbah kedua.
c.       Malikiyyah.
Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki satu rukun saja. Yaitu, khutbah harus berisi peringatan atau kabar gembira.
d.      Hanabilah.
Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki empat rukun.
v Hamdalah, pada awal khutbah pertama dan kedua.
v Shalawat Nabi.
v Membaca satu ayat al-Quran.
v Wasiat takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkhutbah, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan salam kepada hadirin ketika naik mimbar.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنْ الـنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَعِدَ الْمِنْبَرِ سَلَّمَ
Dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika telah naik mimbar biasa mengucapkan salam.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Demikian juga beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membuka khutbah dengan mengucapkan hamdalah, pujian kepada Allah, syahadatain, bacaan ayat-ayat takwa, dan perkataan amma ba’d. Hal ini antara lain ditunjukkan hadits di bawah ini.
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ عَلَّـمَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَةُ الْحَاجَّةِ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ (نَحْمَدُهُ وَ) نَسْـتَعِيْنُهُ وَنِتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُـرُورِ أَنْفُسِـنَا (وَ سَـيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا) مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ) وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْـكُمْ رَقِيْبًا) (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا التَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَـدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكَمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا) (أَمَّا بَعْدُ)
“Dari Abdullah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajari kami khutbah untuk keperluan.




DAFTAR PUSTAKA

Asyrafuddin, Mukhlisin, N., 2015. Makna Rukhshah dan Pembagiannya.
9 Oktober 2016, 12.35.
Tuasikal, Abduh, M., 2012. Permasalahan Kontemporer.
9 Oktober 2016, 12.41.
Tuasikal, Abduh, M., 2013. Bahaya Meninggalkan Shalat (Dalil Aqli).
9 Oktober 2016, 13.00.

                                              



                            



LAMPIRAN (PERTANYAAN)

1.     Apakah orang yang meninggalkan shalat itu kafir?
2.     – Mengapa Allah mewajibkan Shalat 5 waktu dalam sehari?
-      Orang yang tidur lalu lupa shalat (keblabalasan), apakah dikatakan kafir?
3.     Habis bekerja lalu tidur sebelum shalat isya’. Bagaimana hukumnya?
4.     Kalau kita sudah mendengar adzan tapi kita menunda-nunda shalat, bagaimana hukumnya?
5.     Mengapa ketenangan itu hanya saat shalat saja? Setelah shalat keresahan itu datang lagi?
6.     Apakah ada hubungan dengan shalat antara memberi harta untuk mencegah kemiskinan, bukankah itu termasuk shodaqoh?
7.     Kalau kita mau shalat, tidak ada air lalu tayammum, gimana dari segi kebersihannnya?
8.     Orang yang mentelat-telatkan shalat apa hukumnya?
9.     Misalnya kita sakit lalu kita shalat, apakah bisa sembuh tanpa berobat dengan kita hanya melaksanakan shalat saja?
10.  Apakah orang yang tidak shalat, tapi perilakunya baik. Apakah kita akan tetap masuk neraka?